JAKARTA, KOMPAS – Dengan kemajuan teknologi saat ini,
operasi tumor di otak (stroke perdarahan, red) bisa dilakukan tanpa pembedahan. Operasi tersebut bisa
dilakukan menggunakan radiasi sinar gama dengan alat Gamma Knife Perfexion. Terapi
ini dinilai lebih akurat, minimal efek samping, dan mempercepat pemulihan.
Direktur Gamma Knife Center Indonesia (GKCI) Lutfi Hendriansyah,
Sabtu (2/4), di Jakarta, mengatakan, belum banyak pasien ataupun dokter
yang mengetahui operasi tumor di otak (stroke perdarahan, red) bisa
dilakukan tanpa harus membedah dan membuka kepala. Padahal, teknologi itu sudah
berkembang sejak akhir 1960-an.
Teknologi yang memanfaatkan radiasi sinar gama (Gamma Knife)
prinsipnya memanfaatkan radiasi sinar gama untuk membunuh sel-sel tumor yang
ada di otak (stroke perdarahan, red). Setelah memakai bingkai khusus di kepala, pasien akan berbaring
dan masuk ke mesin yang di dalamnya ada 192 sumber sinar gama. Bingkai di
kepala itu untuk menjamin presisi penyinaran pada target.
Terapi Gamma Knife bisa mengobati sejumlah titik tumor (area stroke perdarahan otak, red) dalam
sekali sesi operasi. Setelah menjalani operasi memakai Gamma Knife, pasien bisa
langsung pulang tanpa harus dirawat untuk pemulihan. Setelah operasi, dokter
akan memantau menyusut atau matinya sel kanker melalui pencitraan resonansi
magnetik (MRI).
Tumor Ganas
Lutfi memaparkan, di negara maju mayoritas pasien yang
memakai Gamma Knife adalah pasien tumor ganas (stroke perdarahan, red). Namun, data GKCI menunjukkan, 80
persen pasien tumor (pasien stroke, red) yang menggunakan Gamma Knife juga bisa digunakan mengobati,
antara lain, malformasi arteriovenosa (AVM) atau malformasi pembuluh darah vena
dan trigenial neuralgia (nyeri saraf trigeminal yang bertanggung jawab untuk sensasi
di wajah).
Chief Operations Officer & Medical Physics Specialist GKCI
Sajeev Thomas menambahkan sejak Juli 2014, sekitar 400 pasien menjalani operasi
menggunakan Gamma Knife. Jumlah itu amat sedikit jika dibandingkan angka
global, yakni 750.000 pasien. Ke depan pengguna teknologi itu diharapkan bertambah,
termasuk pasien dari luar negeri. “Alat ini
bisa mengoperasi tanpa luka dan pasien bisa pulang dalam sehari,” ujarnya.
Jeffa Faidilah Djarot, pasien yang pernah menjalani terapi
tesebut, menuturkan, sejak didiagnosis meningioma (tumor pada selaput yang
menutup otak dan sumsum tulang belakang), Agustus 2015, ia berkonsultasi ke
sejumlah dokter. Setiap dokter yang ditemui menyarankan agar ia dioperasi. “Saya
takut setengah mati. Masak untuk mengeluarkan tumor 1,6 sentimeter dari otak,
kepala saya harus dibuka, ”katanya.
Akhirnya, Jeffa mendapat dokter yang merekomendasikannya
agar menjalani operasi tumor otak tanpa bedah menggunakan radiasi sinar gamma.
Pada 11 Februari 2016, Jeffa menjalani operasi tanpa bedah dengan sinar gamma.
Keesokan harinnya, Jeffa bisa pulang dan langsung beraktivitas seperti biasa. “Selama
operasi, tak terasa apa-apa. Tahu-tahu saya dibangunkan dan diberitahu bahwa
operasinya sudah selesai,” ujar Jeffa. (ADH)