Pasien stroke ibarat berpacu dengan waktu. Menunda
penanganan sama dengan mengambil resiko untuk mengorbankan fungsi otak. Jangan
sampai terlambat.
Stroke masih menjadi momok yang mengintai penduduk usia
lanjut. Data tahun 2010 di Amerika Serikat menyebutkan, stroke berada di urutan
tiga teratas sebagai penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker,
dengan angka kasus mencapai tujuh ratus ribu per tahun.
Di Indonesia data Riskesdas 2013 menyebutkan prevalensi
stroke mencapai 12,1 per seribu orang. Diperkirakan, angka ini akan terus
meningkat sejalan dengan peningkatan faktor risikonya.
Dr Nizmah SpS., spesialis saraf dari RS Bunda Jakarta,
menyebutkan bahwa penyakit ini pun masih menjadi penyebab kecacatan nomor satu
di dunia. “Tanpa pengobatan, 62 persen
pasien stroke bisa mengalami kecacatan, di antaranya gangguan berjalan, gangguan
bicara, gangguan penglihatan, adanya perubahan ekspresi wajah, dan sebagainya.”
Kecacatan ini, tambah Nizmah berkaitan erat dengan hilangnya
kemandirian dan menurunnya kualitas hidup pasien. “Ini pun erat kaitannya dengan
stres secara emosional,” pungkasnya saat menjadi pembicara di seminar “Stroke
Bukan Akhir Segalanya” yang diadakaan di RS Bunda Jakarta.
3 Jenis Serangan
Stroke muncul bila ada hambatan pada aliran darah ke otak. “Ini
sebenarnya termasuk penyakit orang tua. Namun sekarang, di umur 25 tahun saja
seseorang sudah bisa terkena stroke. Bahkan angka pasien dengan stroke di usia
30 tahun meningkat. Penyebabnya, tak lain adalah gaya hidup yang berubah,”
terang dr. Ibnu Benhadi, Sp.BS(k), spesialis bedah saraf dari RS Bunda. Ia pun
mengungkapkan, dari tujuh orang yang meninggal, satu di antaranya disebabkan
oleh stroke.
“Aliran darah menjadi penentunya. Pasalnya, ia adalah jalan
utama sekaligus pemasok utama oksigen dan saripati yang akan dipompa oleh jantung,
lalu dialirkan ke otak. Jika ada sumbatan aliran darah ke otak lebih sedikit
dari 15cc/100gr/menit, maka akan menyebabkan kematian sel. Matinya sel-sel di
area otak itulah yang menyebabkan stroke,” terang Ibnu.
Padahal, otak berfungsi untuk mengatur semua fungsi tubuh,
mulai dari fungsi motorik, mengecap rasa, berpikir, dan bertingkah laku. Ibnu
pun menyebutkan, ada tiga jenis stroke yang umum mengenai pasien.
1 Stroke Iskemik. Stroke iskemik alias stroke yang
disebabkan sumbatan merupakan kasus terbanyak pada pasien stroke. “Sebanyak 80
persen kasus stroke disebabkan oleh adanya sumbatan. Ini bisa diberikan obat
pengecer darah, tapi pemberiannya hanya efektif di 3 jam pertama setelah
serangan,” jelas Ibnu.
2 Stroke Hemoragik. Stroke yang disebabkan adanya
perdarahan akibat pembuluh darah di otak pecah. “Kasus stroke yang demikian
dialami oleh 10-15 persen pasien. Apabila sudah ada perdarahan, maka bisa dilakukan
pembedahan.”
3 Mini Stroke. Jenis yang ketiga adalah mini
stroke atau serangan otak sepintas. Mini stroke juga biasa dikenal dengan istilah TIA
(Transient Ischemik Attack). “Jenis stroke ini dialami oleh 5 persen pasien
stroke. Namun perlu diketahui, sebanyak 30 persen stroke didahului dengan mini
stroke. Biasanya, serangan TIA ini bisa membaik dengan sendirinya dalam waktu semalam,
Tapi tetap perlu ditangani,” tambah Ibnu.
Penelitian yang akurat tentang penyebab terjadinya stroke, dapat menentukan pengobatan apa yang sebaiknya ditempuh. “Lebih
lanjut, ini dapat sangat menentukan keberhasilan terapi dan meningkatkan kualitas
hidup pasien.
Penanganan Cepat
Penanganan yang cepat dan tepat di fase akut akan sangat menentukan
kondisi pasien selanjutnya. Dalam manajemen stroke akut, dikenal istilah golden
period yang merujuk pada batas waktu pasien harus mendapat penanganan.
“Pasien stroke rata-rata telah mendapat penanganan karena
memang di awal-awal tidak ada rasa nyeri. Gejalanya ringan, sehingga mungkin
sekali pasien tidak menyadari. Pasien baru memeriksakan jika gejalanya sudah berlanjut,”
tutur Nizmah.
Meski demikian, ujar dr. Heri Aminuddin, MD spesialis bedah
sarat dari RS Bunda, saat pasien sudah terkena stroke, bukan berarti tak ada lagi
harapan. “Terpenting, ia mendapat penanganan yang cepat dan tepat. Golden
period pada pasien stroke adalah 6-8 jam. Itu sudah harus ditangani. Tapi
yang terpenting dan sangat berpengaruh justru di jam-jam pertama, “ terangnya.
Sementara itu, untuk melakukan penanganan dengan cepat dan
tepat, tutur Nizmah, diperlukan pengetahuan untuk mengenali tanda-tanda awal
stroke. “Cara-cara mengenalinya dapat disingkat menjadi FAST,” pungkasnya.
FAST adalah singkatan dari Face dropping, Arm weakness, dan
Speech difficulty yang dapat dijadikan indikasi pasien stroke, serta Time yang
artinya segera manfaatkan waktu untuk membawa pasien ke rumah sakit jika tanda-tandanya
mengindikasikan ia terkena stroke.
“Dalam stroke, kehilangan waktu sama dengan kehilangan otak.
Jika aliran darah berhenti dan suplai darah yang berisi oksigen dan glukosa ke
otak berhenti lebih dari lima menit, sel-sel itu bisa mati,” tambah Nizmah.
Namun meski daerah intinya sudah mati, ia menambahkan, masih
ada daerah di sekitanya, yaitu penumbra, yang akan diselamatkan. “Daerah penumbra
itu bisa dibilang masih pingsan, belum mati. Pasien yang datang karena stroke
itu, kan, rata-rata daerah sel intinya sudah mati. Jadi yang diselamatkan adalah
sel-sel yang pingsan di penumbra itu. Jangan sampai, daerah sekitanya ikut
mati.”
Tekanan Darah Tinggi
Sebanyak 70 persen penderita stroke, ternyata juga mengalami
tekanan darah tinggi. Oleh karena itu, Nizmah menuturkan, stroke dapat
dikendalikan salah satunya dengan mengontrol tekanan darah.
“Cara lain adalah dengan menekan risiko diabetes, obesitas,
dan kolesterol tinggi. Namun paling penting adalah dengan mengurangi rokok,”
ujarnya.
Dituturkan Nizmah, rokok sebenarnya bukan hanya musuh besar paru-paru, karena pengaruh rokok terhadap
kesehatan aliran darah pun sangat besar.
“Rokok, kan, sering kali disebut sebagai pemicu kanker.
Padahal, gangguan terbesar, akibat rokok adalah pembuluh darah. Racun-racun
dalam rokok bisa menyumbat pembuluh darah dan pada akhirnya menurunkan fungsi
jantung dan otak,” ujarnya. ANNELIS BRILIAN