Usia suami saya 58 tahun dan baru-baru ini menderita
stroke,” keluh Dewi, bukan nama sebenarnya. Kepada seorang dokter. Selanjutnya,
dia mengatakan tangan suaminya sulit digerakkan. Selain itu, suaminya mengalami
kesulitan bicara. Tetapi kata Dewi, suaminya masih mampu ereksi, meskipun tidak
bisa ejakulasi.
Hal yang sama dialami Susi. Awalnya, suami Susi memiliki
gairah seks yang baik. Namun, sejak dua tahun lalu, kemesraan dan kebahagiaan
itu sirna, karena sang suami terserang stroke. “Suami saya sekarang tidak
pernah ‘menyentuh’ saya lagi,” kata Susi.
Dia pun membawa suaminya ke rumah sakit untuk melakukan
pengobatan dan terapi. “Tetapi sampai sekarang masih belum bisa berhubungan,”
katanya dengan raut muka muram.
Apakah stroke berarti penderitaan segala-galanya dan
termasuk merampas hak penderita dalam berhubungan seks.
Prof dr Bob Santoso Wibowo Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia menjelaskan stroke merupakan suatu keadaan terdapatnya gangguan aliran
darah ke otak. Baik itu berupa penyumbatan maupun perdarahan. Pada keadaan
pascastroke atau dalam fase penyembuhan diperlukan penyesuaian diri yang
sangat besar. “Bukan hanya dari
penderita sendiri, tetapi juga dari pasangannya,” katanya.
Tidak bisa disangkal, kata spesialis saraf itu, stroke
memang dapat mengganggu fungsi seksual termasuk pula hasrat (desire) seksual.
Tidaklah heran kalau penderita stroke, baik pria ataupun wanita, merasa ragu
untuk melakukan hubungan seks. Alasannya mereka merasa takut kalau hubungan
seks akan menyebabkan serangan kembali stroke. “Sebanyak 50% penderita stroke
terutama wanita mengalami penurunan hasrat seksualnya,” kata Bob.
Tetapi sebenarnya penderita pascastroke masih memiliki
hasrat seksual dan tetap bisa melakukan hubungan seks. Hanya masalahnya
terletak pada pelaksanaannya.
Bob mengatakan banyak penderita pascastroke mengalami
gangguan dan dorongan fungsi seksual, karena faktor psikologis.
Masalah lain yang dihadapi pascastroke adalah melakukan
hubungan seks dengan posisi yang biasanya menyenangkan menjadi sulit atau tidak
mungkin. “Ketidaktahuan itulah menyebabkan penderita stroke sering putus asa
dan menganggap hubungan seks sebagai hal yang tidak mungkin dilakukan.”
Padahal, lanjutnya, penderita stroke masih bisa melakukan
hubungan suami-istri. Caranya, perlu penyesuaian dan eksperimen posisi mana
yang terbaik. Bob mengatakan, terdapat banyak posisi hubungan seks yang bisa
dilakukan pasangan yang salah satunya menderita pascastroke. Misalnya,
penderita pascastroke harus mengatur posisi sendiri.
Bahkan dalam berhubungan seks terutama bagi yang pasangan
menderita stroke harus memegang pepatah: “Seks tidak selalu berarti hubungan
seks (sex doesn’t necessarily equal
intercourse),” katanya.
Sementara itu, dokter ahli saraf Sutarto menawarkan tips
bagaimana sebaiknya para penderita seks memperbaiki hubungan seks tiga jam
setelah makan, dilakukan di pagi hari, namun diingatkan saat melakukan jangan
terlalu lelah. (Drd/H-1)