Tekanan darah tinggi termasuk salah satu masalah kesehatan yang paling banyak dialami masyarakat di Tanah Air. Namun, gangguan kesehatan itu kerap dianggap sepele sehingga memicu berbagai penyakit serius, termasuk stroke mata.
Heru Kusmanto (6), misalnya, didiagnosis mengalami tekanan darah tinggi atau hipertensi, yakni 230/100 mmHg, lima tahun lalu. “Padahal, saya tak ada keluhan apa pun,” tuturnya, Kamis (195), di Jakarta.
Namun, ia tak rutin mengontrol tekanan darahnya. Akibatnya, Januari 2015, saat bangun tidur dan hendak buang air kecil pada dini hari, penglihatan kakek dari delapan cucu itu mendadak hitam pekat. Ternyata, ia terserang stroke mata, pembuluh darahnya pecah dan darah membanjiri retina.
Beruntung, penglihatan Heru pulih kembali pulih meski tak lagi sempurna, berkat teknologi laser. Ada bagian-bagian yang hilang dalam setiap pandangannya.
“Penyumbatan pada arteri, yang mengalirkan darah ke mata, membuat retina kering sehingga terjadi Okulasi Arteri Retina Sentral (CRAO). Pada vena, pembuluh darah bisa pecah sehingga terjadi perdarahan atau disebut Okulasi Vena Retina Sentral (CRVO),” ujarnya.
Stroke mata membuat penderita kehilangan penglihatan secara mendadak tanpa disertai rasa sakit. Elvioza menambahkan, sebutan stroke mata digunakan agar masyarakat mudah mengingat dan waspada terhadap risiko ada sumbatan pada pembuluh darah di mata.
Sekitar 70 persen pasien stroke mata diawali hipertensi. Faktor risiko lain adalah diabetes melitus, hiperkolesterol, kadar lemak darah tinggi, dan kebiasaan merokok. “Zat dalam rokok menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Ini berbahaya,” ucap Elvioza.
Faktor usia juga memengaruhi kemungkinan terjadinya stroke mata. Stroke mata umumnya menyerang orang berusia di atas 50 tahun. Selain itu, faktor keturunan berperan. Anak berisiko kena stroke jika orngtua pernah stroke. Intinya, perbaiki gaya hidup.
Penanganan
Sejauh ini, stroke mata bisa diatasi denan obat-obatan, injeksi, laser, dan operasi. Jenis terapi tergantung tingkat keparahan. Pada tahap awal, stroke mata bias diatasi dengan obat-obatan dan injeksi. Sementara laser dan operasi dilakukan pada tahap lanjut.
Meski demikian, Elvioza mengingatkan, laser dan operasi untuk mencegah komplikasi, bukan membuat penglihatan kembali normal. “Prinsip penanganannya membatasi kerusakan dan mencegah komplikasi,” ujar Kepala Divisi Vitreotina Departemen Medik Mata FKUI RSCM Kirana itu.
Komplikasi yang berpotensi terjadi adalah glaukoma atau tingginya tekanan cairan pada bola mata. Ada kemungkinan muncul serangan stroke berikut, termasuk stroke pada otak.
Sejak 2008, obat-obatan anti vascular endothelial growth factor (VEGF) digunakan. Dengan terapi itu, kebocoran akibat pecahnya pembuluh darah bisa ditekan guna mengembalikan penglihatan. Obat-obatan jenis itu juga mencegah kebutaan permanen.
Pencegahan
Gaya hidup tak sehat turut memicu tingginya tekanan darah yang bisa berujung stroke mata. “Karena itu perlu kontrol tekanan darah dan kolesterol, berhenti merokok, berolahraga secara teratur, dan mengonsumsi makanan sehat. Intinya, perbaiki gaya hidup,” ujarnya.
Sejak terkena stroke mata, Heru mulai memperbaiki gaya hidupnya. Selain jalan kaki setiap hari, memakan banyak sayuran dan buah-buahan, ia juga mengurangi konsumsi garam dan menghindari makan dengan kadar kolesterol tinggi.
Kini, tekanan darah Heru berkisar 135/75 mmHg. Untuk mempertahankan tekanan darah, ia rutin memeriksa tekanan darahnya di rumah dan mengonsumsi beberapa obat. Di usia senja, ia tetap beraktivitas sebagai pengajar manajemen rumah sakit di Universitas Respati Indonesia. (C03)