Kepala terasa begitu pusing berputar saat bangun tidur. Telinga pun tak bisa mendengar. Tidak terdengar apa pun. Semuanya terjadi secara mendadak. Pernahkah Anda mengalaminya? Jika iya, jangan mengabaikannya. Bisa jadi itu serangan sudden deafness hearing loss atau stroke telinga.
Dalam ranah telinga hidung tenggorok (THT), sudden deafness hearing loss merupakan gangguan kesehatan yang sering kali tidak disadari dibandingkan dua kegawatan umum lainnya, yaitu sumbatan jalan napas dan pendarahan.
“Biasanya, keluhan awal yang disampaikan adalah pusing yang hebat. Setelah pusingnya hilang, baru menyadari bahwa telinga tidak bisa mendengar, hanya salah satu atau keduanya. Yang dirasakan, suara yang tidak terdengar secara mendadak atau suara terdengar sangat kecil,” ujar dokter spesialis THT Siloam Hospitals Lippo Village dr Eko Teguh Prianto Sp THT.
Stroke telinga merupakan gangguan THT yang mengenai telinga dalam, yakni rumah siput (koklea). Organ ini berfungsi mengubah sinyal listrik sehingga bisa ditangkap oleh saraf pendengaran. Organ telinga dalam terdiri dari rumah siput dan organ keseimbangan tepi dengan satu pembuluh darah. Jikalau pembuluh darah ini terganggu, maka akan menyebabkan gangguan aliran darah pada salah satu atau kedua organ tersebut sehingga timbul gangguaan pusing berputar dan pendengaran hilang, baik keduanya atau salah satunya. Gangguan airan darah secara tiba-tiba inilah yang akan mengakibatkan organ tersebut kekurangan oksigen segera timbul keluhan.
Menurut dr Eko Teguh Prianto Sp THT, stroke telinga memperlihatkan adanya masalah suplai darah pada bagian rumah siput, organ yang sangat tergantung dengan oksigen. Misalnya saja, pembuluh darah yang tertutup gumpalan. Jika tak mendapat oksigen yang cukup dalam beberapa menit, sel di rumah siput akan bermasalah dan rusak. Bisa dibayangkan bila kondisi ini terus-menerus dibiarkan hingga hitungan hari dan minggu. Terlebih lagi, stroke telinga bersifat permanen. Kerusakan sel sulit diperbaiki seperti semula.
Semua kalangan dapat terserang stroke telinga. Segala usia, termasuk anak-anak , dewasa, dan orang tua. Berdasarkn pengalaman dr Eko Teguh Prianto Sp THT, pasien termuda yang pernah ditangani berusia 8 tahun dan baru disadari orang tua setelah anak berusia 11 tahun. Selama 2015, terdata 8 pasien stroke telinga di Siloam Hospitals Lippo Village.
Jika terjadi pada anak-anak, sering kali terdeteksi lambat karena penanganan yang kurang tepat hingga lambat diketahui dan ditangani. Pemeriksaan fisik tidaklah banyak membantu. Untuk mendeteksinya, diperlukan anamnesis dan tes pendengaran seperti audiometri dengan teknik khusus. Risiko tertinggi terjadi pada orang tua dan pasien yang memiliki riwayat hipertensi, kolesterol, dan kencing manis.
Penyembuhan
Penanganan stroke telinga haruslah segera. Paling baik, dalam hitungan jam atau sampai beberapa hari pertama. Pasien yang telah terdeteksi mengalami gangguan pendengaran sebaiknya dirawat selama beberapa hari untuk mencari tahu penyebabnya dan menjalani serangkaian pemeriksaan pendengaran, diberikan obat injeksi untuk anti-peradangan, antitrombotik, atau antivirus. Langkah-langkah tersebut wajib dilakukan meski hingga sekarang faktor penyebab belum diketahui secara pasti.
Akibat yang ditimbulkan jika pendengaran yang tidak seimbang pada kedua telinga, pada anak-anak bisa memengaruhi perkembangan bahasa, pelajaran sekolah, lokalisasi suara, dan pergaulan. Pada dewasa akan berpengaruh pada lokalisasi suara, kemampuan menangkap suara dalam lingkungan ramai, dan pergaulan.
Terapi
Jika perawatan dan pemberian obat-obatan selama beberapa waktu tidak memberikan respons yang signifikan terhadap masalah pendengarannya, maka tim medis memberikan suntikan obat anti peradangan langsung ke dalam telinga tengah selama beberapa kali. Ini dilakukan sambil mengevaluasi perkembangan kemampuan mendengarnya secara serial dengan tes audiometri. Jika hasil terapi obat-obatan telah maksimal dan pasien masih mengeluhkan gangguan pendengaran, maka ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk membantu pendengaran dan memperbaiki quality of life pasien.
Pasien yang mengalami penurunan pendengaran level ringan sedang (26-70 desibel) dapat menggunakan alat bantu dengar (hearing aid). Jika penurunan pendengaran mencapai lebih dari decibel dan kerusakan pada kedua telinga, pasien bisa memanfaatkan implant BAHA dan cochlear Implant. Implan koklea yang awalnya digunakan pada bayi atau anak-anak yang lahir dengan gangguan dengar yang berat dan sangat berat, sekarang sudah dapat diterapkan bagi penderita sudden deafness hearing loss demi meningkatkan quality of life,” lanjut dr Eko Teguh Prianto Sp THT.
Meski penyebab yang belum pasti, bukan berarti tak bisa meminimalkan risiko serangan. Penderita kencing manis, kolesterol, dan darah tinggi haruslah benar-benar mengontrol diri. Jangan sampai plak yang disebabkan penyakit tersebut semakin menggumpal dan menyumbat pembuluh darah pada bagian dalam telinga. Faktor-faktor pemicu risiko seperti inilah yang wajib dikontrol dan diminimalkan. (GPW)