Musik bukan hanya nikmat didengarkan, melainkan juga
berpengaruh pada kesehatan dan proses penyembuhan.
Di satu sudut sebuah ruang klinik, berjejer dua kulintang
dan sederet angklung. Di seberangnya terdapat
sebuah organ dan satu set angklung lainnya. Di tengah muka ruangan, di depan
kursi-kursi, terdapat papan tulis berisi deretan not angka dan teks, dengan
judul Bengawan Solo.
Ruangan di sudut kanan klinik Neuropsikiatri dan Revitalisasi
Karmel, Apotek Trio Sada, kawasan Kemanggisan, Jakarta Barat, ini digunakan
ruangan terapi dengan musik angklung. Pesertanya penderita stroke. Terlihat
mengisi deretan kursi, Rabu (4/11) pagi adalah orang-orang dengan gerak tubuh dan
bicara tidak lancar.
Setiap peserta menerima satu angklung. Tiap angklung
memiliki angka yang sesuai dengan angka not yang ada di papan tulis. Dengan sungguh-sungguh
pria dan wanita yang kebanyakan sudah baya memainkan angklung bergiliran. Mereka juga tampak menikmatinya
dengan menggoyangkan badan sambil bermain.
“Saya mulai ikut sejak 2003, yang paling terasa ya hati jadi
tenteram, ndak marah-marah. Orang stroke tidak boleh marah, karena bisa kena lagi
nanti,” kata Winarto, 66, salah satu peserta. Pria dengan langkah agak kaku
ini sekaligus Ketua Klub Stroke Karmel, perkumpulan penderita stroke yang
mengikuti terapi di Karmel Stroke & Revitalization Center yang ada di
klinik tersebut. Selain merasa lebih senang, Winarto mengatakan bermain angklung
memperbaiki koordinasi gerak dan bicaranya.
Drum untuk autisme
Jika di klinik itu para penderita stroke bermain angklung,
di Gilang Ramadhan Studio Drummer (GRSD) anak-anak hiperaktif dan penderita autisme bermain drum. “Orang tua sendiri yang datang
ke sini atas saran dokter, mereka bilang main musik bagus untuk anak
pengidap autisme. Dan saya sendiri melihat, memang setelah main drum komunikasi
dan gerak mereka lebih bagus,” kata Gilang yang ditemui di studionya di kawasan
Kelapa Gading, Jakarta, Selasa (3/11).
Di GRSD, anak-anak dengan kondisi khusus itu masuk kelas
paling awal, yakni pembentukan feel bermain drum. Di sini anak-anak bermain
dengan drum yang terbuat dari bantalan-bantalan
busa sehingga tidak mengeluarkan suara. Musik drumnya berupa musik instruksi yang
muncul pada televisi di depan kelas. Anak-anak mengikuti instruksi itu.
“Saya melihat latihan drum melatih konsentrasi mereka.
Istilahnya mereka diterapi tapi dalam suasana santai sambil mengikuti musik,”
kata Gilang.
Tidak seperti anak-anak yang melanjutkan ke level lebih tinggi
setelah tiga bulan, anak dengan kondisi hiperaktif dan penderita autisme terus
berada pada level awal ini. “Di level selanjutnya sudah ada pelajaran baca not.
Sedangkan untuk anak-anak ini kan
tujuannya melatih gerak dan koordinasi saja, jadi kalau naik level nanti stres,”
tambah Gilang.
Pendamping obat
Dokter spesialis saraf dr Hermawan Suryadi SpS mengatakan terapi musik untuk penyakit stroke, seperti hiburan karaoke yang
dimulai di Jepang pada awalnya merupakan terapi yang diciptakan seorang dokter untuk
penderita stroke.
“Di Eropa sudah ada standarnya sendiri dan di Australia ada
lembaga yang khusus mengembangkannya, karena sudah terbukti terapi musik bisa membantu
penyembuhan penyakit saraf, stroke, demensia, autisme, dan hiperaktif,” kata
dokter yang memimpin Sekolah Stroke dan Klinik Neuropsikiatri dan Revitalisasi
Karmel ini.
Hermawan menjelaskan peran terapi musik ini adalah sebagai
pendamping terapi obat. Jadi obat tetap jalan dan terapi musik ini sebagai
pendampingnya ,” kata dia.
Masih menurutnya, terutama bermusik, tekanan emosi dapat
berkurang, sehingga pada akhirnya penderita merasa lebih tenang, hilang rasa takut,
percaya diri dan tidak sulit tidur. Kejiwaan yang tenang itu memengaruhi
keberhasilan terapi pengobatan.
Selain kejiwaan, terapi
musik dengan memainkan alat dan bernyanyi mengaktifkan bagian-bagian otak.
Dengan bernyanyi, sistem pusat bahasa di
otak kiri akan teraktifkan, dan dengan mengikuti irama musik, otak bagian kanan
akan teraktifkan.
Terapi musik yang dilakukan dengan cara memegang alat akan melatih koordinasi dan gerak.“ Terapi
ini juga membantu konsentrasi karena orang harus mengikuti nada dan gilirannya,” kata Hermawan.
Dengan kata lain, terapi musik merupakan terapi saraf dan motorik
yang dikemas menyenangkan. (M9)