Selama setahun belakangan, SK Martha hanya bisa berbaring di
tempat tidur. Wartawan senior ini menderita kelumpuhan sebelah badan akibat
terserang stroke.
Kondisi SK Martha memang memprihatinkan. Pria kelahiran
Lawang, Malang, Jawa Timur, 15 Januari 1941 ini, hanya bisa terbaring di tempat
tidur di kediamannya , Jalan Jagakarsa I RT 02 RW 07 Nomor 8, Jakarta Selatan.
SK Martha, sudah tak dapat menggerakkan lengan dan kaki kirinya.
Sepasang kakinya tampak kurus dengan kulit keriput sehingga tulang-tulang menonjol.
Pada bagian bawah tubuhnya terpasang selang kateter yang tersambung ke dalam
kandung kemihnya melalui uretha.
Ayah dua anak dan kakek dari enam cucu ini sulit untuk berbicara.
Pendengaran telinga kirinya yang sejak lama menjadi modal dalam berkomunikasi dengan
lawan bicaranya sudah berkurang fungsi. Setiap ingin berkomunikasi, SK Martha
meminta lawan bicaranya untuk berbicara di dekat daun teling kirinya.
Kemudian agar bisa duduk atau berpindah ke kursi roda, SK
Martha harus dibantu oleh orang lain. Kalaupun bisa duduk di tempat tidur, di
bagian belakng pinggulnya harus diganjal banyak bantal.
Beruntung SK Martha memiliki istri sebaik Sukaesih (70). Dengan
penuh kesabaran, cinta, dan kasih sayang, mantan guru sekolah Taman Kanak-Kanak
ini mengurus suaminya itu. Tanpa mengenal lelah, siang dan malam Sukaesih
mengganti pampers, dan membantu suaminya berpindah dari tempat tidur ke kursi
roda.
“Meski kondisi fisik suami saya melemah, namun keinginannya
untuk sembuh begitu kuat,” ujar perempuan yang dinikahi SK Martha tahun 1965
ini.
Lupa makan
Derita SK Martha itu berawal dari stroke ringan yang menyerangnya
sekitar Maret 2012. Di hari itu, sejak pagi hingga sore hari, SK Martha sibuk
mengurus tanaman di perkarangan rumahnya. Rupanya SK Martha keasyikan memangkas
daun-daun kering, memberi pupuk, dan memindahkan tanaman dari satu pot ke pot lainnya di hari itu. Ia pun lupa makan.
SK Martha baru makan pada malam harinya. Ia menyantap
sepiring nasi, sayuran dan ikan kesukaannya dengan lahap. Usai makan mendadak tubuhnya
terasa lemas. Di malam naas itu, ia tidak bisa menggerakan tangan kirinya. Ia juga
sulit untuk mengangkat kaki kirinya.
“Malam itu saya terserang stroke ringan. Lalu, saya panggil
istri dan menceritakan kondisi tubuh saya,” kenang SK Martha dengan susah payah
menceritakan awal penderitaannya.
Malam itu juga SK Martha yang sudah tak berdaya segera
dilarikan ke rumah sakit oleh keluarganya. Namun, tidak mudah untuk mendapatkan
ruang perawatan di rumah sakit. Beberapa rumah sakit menolak dengan alasan ruang
perawatan penuh.
Sang istri, Sukaesih, yang mencemaskan nasib suaminya tak
mau menyerah begitu saja. Bermodalkan kartu Askes, Sukaesih berjibaku membelah
kemacetan Jakarta. Mendatangi satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya. Perjuangan
Sukaesih dalam menyelamatkan suaminya membuahkan hasil setibanya di Rumah Sakit
UKI, Cawang, Jakarta Timur.
“Suami saya dirawat selama satu bulan di rumah sakit itu,” ungkap
Sukaesih. “Setelah menjalani perawatan berangsur-angsur kondisi suami saya membaik
hingga diperbolehkan pulang ke rumah,” lanjut Sukaesih.
Menjalani terapi
Pasca dirawat di rumah sakit, wartawan senior dengan spesialisasi
di bidang film, musik, hiburan dan budaya ini, lebih banyak menghabiskan
hari-harinya di rumah. SK Martha tak bisa lari pagi lagi bersama sang istri di
Ragunan. Hingga di penghujung tahun 2012, SK Martha kembali terserang stroke.
Serangan stroke kali kedua ini lebih buruk dibandingkan
stroke pertama. Akibatnya, SK Martha mengalami kelumpuhan sebelah badan,
penurunan kemampuan berkomunikasi, dan perubahan mental.
Namun, SK Martha enggan dirawat di rumah sakit. Ia lebih
memilih menjalani proses rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi tubuhnya. Sekali
dalam seminggu, SK Martha harus menjalani terapi di kawasan Depok, Jawa Barat.
Sekali terapi ia harus mengeluarkan uang Rp 250 ribu.
SK Martha juga harus mengonsumsi susu Milelia dan herbal organik.
Harga satu kemasan susu itu Rp 55 ribu. Dalam sebulan ia menghabiskan
sedikitnya empat kemasan susu. Adapun harga herbal organik untuk dikonsumsi
selama satu bulan mencapai Rp 550 ribu. Itu belum termasuk obat-obatan.
“Untuk keperluan terapi, membeli obat, hingga membeli susu,
saya mengandalkan uang pensiun saya dan pemberian dari anak-anak. Tapi terkadang
tidak mencukupi,” tutur Sukaesih.
Perjalanan karier SK Martha sebagai wartawan dimulai sejak
tahun 1960-an. Saat melangsungkan pernikahan dengan Sukaesih tahun 1965, ia sudah
bekerja di Radio Angkatan Udara. Kemudian ia bergabung di majalah Tjaraka,
majalah Vista, majalah Jakarta-Jakarta, majalah Dialog, harian Berita Buana dan
majalah Reaksi.
Tahun 1999, SK Martha bersama pengamat musik Bens Leo
membidani kelahiran majalah New Music. Pada 2012, ia merilis sebuah buku puisi
berjudul Lawang Getar Rindu.
Nama SK Marta sempat menghias berita headline sejumlah media
cetak hiburan di tahun 1985. Ia menjadi
korban pemukulan oleh suami artis Jenny Rachman saat itu, Budi Prakoso,
karena dituduh menulis berita yang dianggap merugikan dan mencemarkan nama baik
Jenny.
Di hari peristiwa terjadi, SK Martha sudah membuat janji
dengan sang istri di Rawajati, Jakarta Selatan. "Tapi pada jam yang sudah disepakati,
suami saya tidak muncul muncul. Begitu muncul wajahnya sudah lebam,” kenang Sukaesih.
@Budi Kusnendar