JAKARTA, KOMPAS - Rumah Sakit Pusat Otak Nasional yang dirancang menjadi pusat rujukan nasional penyakit otak dan saraf resmi beroperasi. Keberadaan rumah sakit itu diharapkan mampu menjawab tantangan kian tingginya penyakit tak menular, terutama stroke, sekaligus menjadi pusat penelitian kesehatan otak dan neurosains nasional.
Rumah sakit yang berdiri di atas lahan seluas 11.995 meter persegi di kawasan MT Haryono, Cawang, Jakarta Timur, itu diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Senin (14/7). Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi juga hadir dalam peresmian itu.
Yudhoyono menyatakan, meningkatnya penyakit terkait otak dan saraf, seperti stroke, harus diantisipasi dengan membangun RS berkualitas. Sebagai RS rujukan pengobatan penyakit otak dan saraf, RS Pusat Otak Nasional diyakini mampu memberi layanan prima atau kelas dunia.
"Daripada berobat ke luar negeri, devisa tak masuk, biaya lebih mahal, lebih bagus jika kita punya sendiri fasilitas dan tenaga medisnya," kata dia. Sebagai pusat pendidikan dan riset kesehatan otak dan saraf, RS itu tak akan tertinggal dibandingkan negara lain.
Masalah kesehatan otak
Nafsiah mengatakan, ada tiga masalah utama terkait kesehatan otak dan saraf. Pertama, penyakit otak dan saraf bisa menimbulkan kesakitan, kecacatan, dan kematian. Kedua, kenaikan usia harapan hidup berdampak pada proses penuaan organ tubuh, termasuk otak dan jaringan saraf. Ketiga, meningkatnya masalah kesehatan otak lain dengan infeksi saraf akibat HIV/AIDS, trauma kepala, dan tumor otak.
Kasus terbanyak adalah stroke sebagai penyebab kematian utama di hampir seluruh RS di Indonesia, yakni 14,5 persen. Hasil riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 menunjukkan, prevalensi stroke nasional naik dari 8,3 per 1.000 penduduk pada 2007 menjadi 12,1 per 1.000 penduduk pada 2013. Tanpa penanganan komprehensif, prevalensi stroke diprediksi naik 20-30 per 1.000 orang dan 65 persen di antaranya mengakibatkan kecacatan.
Nafsiah menambahkan, RS Pusat Otak Nasional terbuka bagi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ataupun peserta yang belum menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Menurut Direktur RS Pusat Otak Nasional Mursyid Bustami, RS yang dipimpinnya memiliki tim dokter spesialis dan subspesialis yang menangani stroke secara komprehensif. Penanganan pasien stroke dimulai pada penanganan pra-rumah sakit, pengobatan di RS, rehabilitasi, hingga kunjungan ke rumah pasien.
RS Pusat Otak Nasional, lanjut Mursyid, juga punya fasilitas mutakhir. Peralatan itu antara lain alat neuroendoskopi yang bisa menjangkau tumor di otak tanpa menimbulkan bekas luka besar dan CT- Scan 256 slice yang mampu memindai otak dalam waktu hanya tiga menit.
Fasilitas lain adalah alat neuronavigasi untuk melacak dan menyusuri posisi tumor. Selain itu, RS tersebut juga dilengkapi fasilitas angiography biplane untuk melihat kondisi pembuluh darah, mengambil sumbatan di pembuluh darah, dan menyumbat pembuluh darah saat terjadi perdarahan.
Konsultan stroke di RS Pusat Otak Nasional, Jusuf Misbach, mengatakan RS Pusat Otak Nasional telah menangani berbagai kasus gangguan otak dan saraf, antara lain stroke, masalah otak akibat kecelakaan, demensia, parkinson, dan tumor otak. "Ada sekitar 15 opersi besar terkait masalah kesehatan otak di RS ini," kata dia.
Namun, Mursyid mengakui, RS yang beroperasi sejak empat bulan lalu itu belum mampu melayani pasien sesuai kapasitas tempat tidur, yaitu 446 tempat tidur. Kini, RS Pusat Otak Nasional baru siap melayani 150 pasien karena jumlah tenaga medis belum cukup. Dari total kebutuhan tenaga medis 850 orang, baru ada sekitar 300 orang. Contohnya, dokter saraf butuh 45-60 orang, tapi baru tersedia 19 orang, sedangkan dokter bedah saraf butuh 10 orang dan baru ada 4 orang.
Selain itu, Jusuf berharap, RS Pusat Otak Nasional yang kini masih tipe B bisa naik jadi tipe A agar punyak kebebasan mengelola keuangan dan meningkatkan fasilitas. Contohnya, perlu peningkatan alat pencitraan resonansi magnetik (MRI) dan jumlah ruang operasi. Saat ini baru 1 kamar operasi yang bisa dipakai, 4 kamar lain sedang dilengkapi.
RS ini juga perlu bekerja sama dengan RS lain mengingat gangguan kesehatan otak butuh penanganan multidisiplin, antara lain dengan ahli jantung dan penyakit dalam. "Kami bekerja sama dengan bagian penyakit dalam RS Cipto Mangunkusumo serta RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita," kata Jusuf. (ADH/WHY/A03)