SETIAP penyakit tentu ada obatnya. Demikian juga dengan stroke. Ada obat-obatan untuk stroke yang biasa digunakan sesuai dengan waktu tertentu, tetapi ada pula yang tidak. Misalnya, ada obat yang hanya dapat digunakan dalam tiga jam pertama, setelah lewat masa itu tidak berguna lagi. Obat semacam itu biasanya digunakan untuk stroke sumbatan.
Menurut dr Andre Mayza SpS, obat stroke ada yang dikenal dengan nama RTPA (Recombine Tissue Plasminogen Activiter). "Obat ini dapat digunakan dengan fasilitas yang cukup, yaitu stroke sumbatan dapat diperbaiki dengan cepat menghancurkan pembekuan darah yang terjadi. Tetapi, kalau terjadi lebih dari tiga jam tidak boleh diberikan karena risiko perdarahan. Kedua, pengobatan secara umum yang terdiri atas tiga komponen utama yaitu referfusi, neuro-proteksi, dan sekunderi prevensi."
Referfusi merupakan upaya mengembalikan referfusi dengan baik. Pembuluh darah yang telah tersumbat, referfusinya terganggu, maka dokter akan melakukan intervensi dengan obat-obatan agar dapat memperbaiki fungsi referfusinya. Kedua, teknik neuro-proteksi merupakan teknik pendekatan untuk mencegah kematian sel secara meluas. "Tujuannya agar kecacatannya dapat diminimalkan. Sedangkan sekunderi prevensi berupa tindakan intervensi dokter terhadap faktor risko yang mengakibatkan orang tersebut terkena stroke. Tujuannya agar tidak terjadi pengulangan serangan stroke pada saat itu dan mendatang."
Dari beberapa cara pengobatan di atas, terlihat bahwa unsur terapi merupakan unsur baku dalam penanganan stroke. Sesudah dilakukan intervensi secara medika-mentosa seperti dijelaskan tadi, dokter akan melakukan neuro-rehabilitasi atau restorasi. "Tujuannya untuk menekan sebesar mungkin kecacatan dengan teknik fisioterapi dan lain-lain. Jadi, misalnya, dengan cara makan, penggunaan dari posisi tubuh, latihan gerakan, dan sebagainya."
Selain faktor-faktor risiko stroke tadi, bagi orang yang pernah terkena stroke hal itu menjadi faktor risiko di luar faktor risiko yang ada. Untuk kasus yang demikian, perlu dilakukan intervensi sekunderi prevensi, "Tujuannya untuk menghindari terulangnya serangan stroke. Jadi, kalau baru pertama kali kena jangan kena untuk yang kedua kali. Selama ini dari pasien yang saya tangani belum ada yang pernah terkena stroke berulang. Tetapi, ada juga pasien saya yang berulang kali terkena stroke, sewaktu dia telah pulang dari rumah sakit. Kalau kita lihat dari situ, intervensi yang kita lakukan seoptimal mungkin tidak bisa 100% mencegah, tetapi kita harus melakukan intervensi sekunderi."
Dalam penelitian, ditemukan penurunan tekanan darah 10 mm Hg saja maka akan mencegah stroke 30% sampai 35%. Dokter Marwatal Hutadjulu menambahkan orang yang memiliki tekanan darah yang tinggi harus waspada terhadap serangan stroke. "Kalau Anda cek Hb Anda berada pada posisi di atas 16 harus segera ke dokter. Hb yang normal untuk laki-laki antara 14-16 dan untuk wanita 12-14. Bila tensi naik, kepekatan darah akan bertambah.
Dengan kata lain, intervensi terhadap faktor risiko bisa mencegah terjadinya stroke. Bagi mereka yang memiliki faktor risiko terserang stroke, sudah barang tentu harus lebih berhati-hati dalam mengatur pola hidup.
Pertama, kenalilah diri sendiri. Siapa diri kita, apa jenis kelaminnya, berapa usianya, dan penyakit apa yang diderita. Pertanyaan selanjutnya adalah pola makan apa yang sebaiknya dijalani, kebiasaan apa yang masih boleh dilakukan. Sebagai contoh, bila sampai usia sekarang ini masih senang melakukan olahraga, apakah potensi kekuatan jantung telah dicek, melalui tes treadmill. Karena, semakin bertambah usia, kekuatan jantung mengalami perubahan.
Kurangi kebiasaan buruk seperti suka minum minuman beralkohol, terlalu banyak merokok, dan sering begadang. Apalagi ketika usia telah menginjak 50-an, perlu diwaspadai potensi terkena stroke, apabila masih menjalani kebiasaan buruk seperti tadi.
Kendalikan emosi. Orang yang memiliki sifat emosional bisa memicu terjadinya stres yang nantinya menjadi mediator terjadinya stroke. Masih perlukah orang yang sudah menginjak usia kepala lima bersikap seperti anak muda? Hanya gara-gara pembantu memecahkan piring saja, emosi langsung meluap. Orang pemarah akan rugi sendiri karena setiap kali marah akan meningkatkan tekanan darah dan memicu naiknya adrenalin. Dampaknya, pembuluh darah akan berkontraksi dengan cepat. Apabila di otaknya terdapat aneurisma kecil maka pembuluh darah bisa pecah! (Nda/Faw/V-1)
Catatan:
Orang yang memiliki sifat emosional bisa memicu terjadinya stres yang nantinya menjadi mediator terjadinya stroke. Masih perlukah orang yang sudah menginjak usia kepala lima bersikap seperti anak muda?
Menurut dr Andre Mayza SpS, obat stroke ada yang dikenal dengan nama RTPA (Recombine Tissue Plasminogen Activiter). "Obat ini dapat digunakan dengan fasilitas yang cukup, yaitu stroke sumbatan dapat diperbaiki dengan cepat menghancurkan pembekuan darah yang terjadi. Tetapi, kalau terjadi lebih dari tiga jam tidak boleh diberikan karena risiko perdarahan. Kedua, pengobatan secara umum yang terdiri atas tiga komponen utama yaitu referfusi, neuro-proteksi, dan sekunderi prevensi."
Referfusi merupakan upaya mengembalikan referfusi dengan baik. Pembuluh darah yang telah tersumbat, referfusinya terganggu, maka dokter akan melakukan intervensi dengan obat-obatan agar dapat memperbaiki fungsi referfusinya. Kedua, teknik neuro-proteksi merupakan teknik pendekatan untuk mencegah kematian sel secara meluas. "Tujuannya agar kecacatannya dapat diminimalkan. Sedangkan sekunderi prevensi berupa tindakan intervensi dokter terhadap faktor risko yang mengakibatkan orang tersebut terkena stroke. Tujuannya agar tidak terjadi pengulangan serangan stroke pada saat itu dan mendatang."
Dari beberapa cara pengobatan di atas, terlihat bahwa unsur terapi merupakan unsur baku dalam penanganan stroke. Sesudah dilakukan intervensi secara medika-mentosa seperti dijelaskan tadi, dokter akan melakukan neuro-rehabilitasi atau restorasi. "Tujuannya untuk menekan sebesar mungkin kecacatan dengan teknik fisioterapi dan lain-lain. Jadi, misalnya, dengan cara makan, penggunaan dari posisi tubuh, latihan gerakan, dan sebagainya."
Selain faktor-faktor risiko stroke tadi, bagi orang yang pernah terkena stroke hal itu menjadi faktor risiko di luar faktor risiko yang ada. Untuk kasus yang demikian, perlu dilakukan intervensi sekunderi prevensi, "Tujuannya untuk menghindari terulangnya serangan stroke. Jadi, kalau baru pertama kali kena jangan kena untuk yang kedua kali. Selama ini dari pasien yang saya tangani belum ada yang pernah terkena stroke berulang. Tetapi, ada juga pasien saya yang berulang kali terkena stroke, sewaktu dia telah pulang dari rumah sakit. Kalau kita lihat dari situ, intervensi yang kita lakukan seoptimal mungkin tidak bisa 100% mencegah, tetapi kita harus melakukan intervensi sekunderi."
Dalam penelitian, ditemukan penurunan tekanan darah 10 mm Hg saja maka akan mencegah stroke 30% sampai 35%. Dokter Marwatal Hutadjulu menambahkan orang yang memiliki tekanan darah yang tinggi harus waspada terhadap serangan stroke. "Kalau Anda cek Hb Anda berada pada posisi di atas 16 harus segera ke dokter. Hb yang normal untuk laki-laki antara 14-16 dan untuk wanita 12-14. Bila tensi naik, kepekatan darah akan bertambah.
Dengan kata lain, intervensi terhadap faktor risiko bisa mencegah terjadinya stroke. Bagi mereka yang memiliki faktor risiko terserang stroke, sudah barang tentu harus lebih berhati-hati dalam mengatur pola hidup.
Pertama, kenalilah diri sendiri. Siapa diri kita, apa jenis kelaminnya, berapa usianya, dan penyakit apa yang diderita. Pertanyaan selanjutnya adalah pola makan apa yang sebaiknya dijalani, kebiasaan apa yang masih boleh dilakukan. Sebagai contoh, bila sampai usia sekarang ini masih senang melakukan olahraga, apakah potensi kekuatan jantung telah dicek, melalui tes treadmill. Karena, semakin bertambah usia, kekuatan jantung mengalami perubahan.
Kurangi kebiasaan buruk seperti suka minum minuman beralkohol, terlalu banyak merokok, dan sering begadang. Apalagi ketika usia telah menginjak 50-an, perlu diwaspadai potensi terkena stroke, apabila masih menjalani kebiasaan buruk seperti tadi.
Kendalikan emosi. Orang yang memiliki sifat emosional bisa memicu terjadinya stres yang nantinya menjadi mediator terjadinya stroke. Masih perlukah orang yang sudah menginjak usia kepala lima bersikap seperti anak muda? Hanya gara-gara pembantu memecahkan piring saja, emosi langsung meluap. Orang pemarah akan rugi sendiri karena setiap kali marah akan meningkatkan tekanan darah dan memicu naiknya adrenalin. Dampaknya, pembuluh darah akan berkontraksi dengan cepat. Apabila di otaknya terdapat aneurisma kecil maka pembuluh darah bisa pecah! (Nda/Faw/V-1)
Catatan:
Orang yang memiliki sifat emosional bisa memicu terjadinya stres yang nantinya menjadi mediator terjadinya stroke. Masih perlukah orang yang sudah menginjak usia kepala lima bersikap seperti anak muda?