STROKE bisa terjadi berulang kali. Semua ini terjadi akibat kontrol yang kurang baik terhadap faktor-faktor risiko. Hal ini juga yang menyebabkan kecenderungan angka kejadian stroke meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut Ketua Tim Unit Stroke RSUPN Cipto Mangunkusumo dr Airiza Ahmad SpS, diperkirakan seluruh rumah sakit di Indonesia pada 2000 tercatat tidak kurang 1.000 orang menderita stroke. "Sebetulnya stroke itu bukan penyakit, melainkan sindrom. Pasien stroke itu mempunyai risiko untuk cacat atau mati. Dari data yang ada, ternyata untuk risiko mati dan cacat dapat dikurangi hampir sepertiganya. Dengan catatan, stroke ditangani dengan kerja sama terpadu dari beberapa unsur kesehatan. Seperti dokter, perawat, terapis, dan ahli gizi."
Latar belakang itulah yang mendasari berdirinya unit stroke di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Dr Marwatal Hutadjulu SpS menambahkan, ada beberapa fase serangan stroke terhadap seseorang. "Tergantung fase serangannya karena cacat ini berdasarkan lokasi mana yang diserang. Di dalam otak terdapat area sensor dan motorik. Otak kanan untuk kognitif, sedangkan otak kiri untuk berbicara. Ada bagian-bagian di dalam otak ini yang bertugas memberi perintah ke seluruh anggota tubuh."
Ada bagian otak yang memerintahkan tangan, lengan, kaki dan sebagainya. "Dalam stroke ini, apabila yang diserang otak kanan maka akan terjadi kelumpuhan pada anggota badan sebelah kiri. Sebaliknya, bila otak kiri yang diserang maka tubuh bagian kanan yang diserang."
Apabila otak yang memerintahkan tangan mengalami serangan stroke, maka tangan pun mengalami kelumpuhan. Demikian juga pada anggota tubuh lainnya. "Kalau terlambat dalam menanganinya bisa berubah serangan itu atau semakin luas wilayah otak yang diserang. Oleh sebab itu, jangan sampai stroke berulang karena bila sudah berkali-kali bisa menyebabkan kualitas fisik turun," kata dr Marwatal.
Orang yang berkali-kali terserang stroke bisa menjadi pelupa atau daya pikirnya turun serta bicara cadel (pelo). Menurut dr Marwatal, gelombang pikiran penderita stroke biasanya akan melambat. Apabila sebelumnya gelombang pikiran mencapai 8-12 second, setelah terkena stroke menjadi 4-7 second. Penyerangan pun bisa terjadi saat si penderita tidur, bekerja, olahraga, mengendarai mobil, duduk, dan sebagainya. Perlu diwaspadai terjadinya stroke sering kali tanpa ada peringatan terlebih dahulu.
Orang yang sudah terkena stroke pada otak kiri bila pola hidupnya tidak dikontrol bisa terjadi serangan stroke pada otak kanan. Apabila terjadi terus-menerus, selain cacat, harapan hidup pun semakin tipis.
Dr Airiza Ahmad SpS menilai terjadinya stroke berulang disebabkan karena kontrol faktor risiko yang tidak baik seperti tensi darah tinggi, gula darah naik, dan sebagainya.
Untuk itu, orang yang sudah terkena stroke harus mendapatkan perawatan yang tepat. "Pada prinsipnya, kita bekerja sama untuk memberikan tata cara sedini mungkin, misalnya rehabilitasi, mobilisasi, pemberian makan, penerangan atau edukasi kepada keluarga pasien sedini mungkin. Tetapi, semua itu harus adekuat atau cocok dengan keadaan pasien. Untuk itulah perlunya kerja sama antarunsur kesehatan." katanya.
Penanganan tersebut ditujukan untuk mengurangi komplikasi bagi mereka yang terkena stroke. Apabila penderita stroke mengalami komplikasi bermacam-macam, dapat berakibat meninggal dan cacat.
Jika pasien stroke sudah mengalami cacat maka dokter harus melakukan rehabilitasi. "Rehabilitasi akan dilakukan untuk mengadaptasi terhadap kecacatan yang timbul. Kalaupun telah cacat tetap harus ditangani, seperti yang dilakukan pada Tim Unit Stroke RSUPN Cipto Mangunkusumo. Hanya saja, tim ini lebih kepada limitasi (memperkecil/meminimalkan) terhadap kecacatan."
Unit Stroke RSUPN Cipto Mangunkusumo ini merupakan unit terpadu pertama di Indonesia yang didirikan pada 1994 dan hampir juga termasuk yang pertama di Asia. Di unit stroke ini semua unsur tenaga medis dilibatkan dalam penanganan pasien stroke. Unit stroke ini meniru klinik stroke di Australia.
Di berbagai negara di dunia telah terbukti penanganan secara terpadu ini terbukti mampu mencegah dan meminimalkan kecacatan, komplikasi, dan kematian. Saat ini Departemen Kesehatan juga tertarik untuk memberikan pelayanan klinik terpadu bagi pasien jantung dan stroke atau penyakit yang tidak menular.
Pilot project-nya telah dibuat di Bukittinggi untuk penanganan stroke di satu kawasan Sumatra Barat. Hal ini akan dilakukan juga di Bali dan beberapa daerah lainnya.
Kecenderungan jumlah pasien stroke meningkat disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya umur harapan hidup orang Indonesia semakin panjang, faktor urbanisasi (pindah ke kota yang berakibat pada perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup itu antara lain kegemaran masyarakat kota makan makanan fast food (cepat saji) dan kebiasaan merokok.
Dari hasil penelitian, gaya hidup masyarakat kota memiliki risiko empat kali lebih besar daripada mereka yang hidup di desa. Sedangkan menurut dr Adre Mayza SpS, dari Bagian Neurologi Community dan Rehabilitasi RSUPN Cipto Mangunkusumo, kecenderungan penderita stroke saat ini adalah orang kaya atau kelas menengah ke atas.
Namun, ironisnya mereka sudah terserang stroke baru dibawa ke rumah sakit. "Semestinya, harus ada pengelolaan manajemen faktor risiko."
Diharapkan, ke depan nantinya unit-unit penanganan stroke sudah ada di puskesmas. Di Jakarta baru ada dua puskesmas yang memiliki fasilitas unit penanganan stroke, yakni puskesmas Tebet dan Pasar Minggu. Sedangkan pada tingkat dokter umum, mereka diberi pengertian bagaimana menangani penderita stroke dalam keadaan darurat untuk segera dikirim ke unit-unit pelayanan stroke sedini mungkin. Selain itu, masyarakat juga harus dididik bagaimana mengatur pola hidupnya agar sehat dan jauh dari faktor risiko stroke. (Faw/Nda/V-1)