Pertanyaan O di J,
Ayah saya dirawat karena stroke di sebuah rumah sakit swasta. Sewaktu masuk rumah sakit, beliau agak gelisah dan kesadarannya terganggu. Ayah saya sekarang telah berumur 68 tahun dan sekitar 10 tahun ini juga menderita hipertensi. Belakangan ini, ayah memang kurang patuh minum obat penurun darah tinggi. Beliau tampaknya bosan dan mulai mengganti obat dokter dengan obat herbal.
Namun, sayang, pemantauan darah tingginya juga tak dilakukan sehingga sulit menilai apakah darah tingginya dapat terkendali dengan obat herbal. Selain itu, ayah juga menderita penyakit jantung koroner. Gangguan jantungnya juga disertai irama jantung yang tak teratur. Menurut dokter spesialis saraf, kemungkinan faktor hipertensi dan gangguan irama jantung menjadi pencetus strokenya. Ayah sekarang sudah seminggu di rumah sakit. Beliau mulai tenang, namun mengalami lumpuh bagian kanan tubuhnya. Keadaan ini amat mengganggu beliau. Beliau tak mampu mengangkat gelas dengan tangan kanannya. Bahkan memegang sendok pun tak mampu.
Kalau sudah marah, beliau tak mau berkomunikasi dengan kami. Satu lagi kebiasaan beliau yang berisiko adalah beliau selalu ingin ke toilet dan tak mau buang air seni atau buang air besar di tempat tidur. Untunglah rumah sakit menyediakan toilet portable yang dapat digunakan di samping tempat tidur. Namun, kami harus menggendong ayah yang tubuhnya cukup gemuk. Kalau yang menunggu hanya seorang, rasanya agak sulit membantu ayah ke toilet portable tersebut. Selama ini saya hanya dapat mengunjungi ayah, pada waktu malam hari sehabis pulang kantor. Saudara saya juga sibuk, sedangkan ibu juga amat lemah sehingga kami tak mengizinkan beliau menjaga ayah. Kami mengajak ibu sesekali mengunjungi ayah.
Saya amat khawatir jika ayah terjatuh dari tempat tidur. Maklumlah, usianya sudah tua jika jatuh tulangnya yang rapuh tentu mudah patah. Saya selalu menitip ayah kepada perawat, namun tampaknya perawat cukup sibuk sehingga saya tak yakin para perawat dapat mengawasi ayah sepanjang hari. Pertanyaan saya adakah mekanisme di rumah sakit yang akan menjamin keselamatan pasien? Untuk kasus ayah saya, misalnya apakah dia terjamin tak jatuh, minum obat pada waktunya, serta jika terjadi penurunan kesehatan dapat cepat terdeteksi? Maklumlah, saya bukan orang kesehatan sehingga saya sering khawatir kepada ayah saya yang sedang dirawat di rumah sakit. Terima kasih atas perhatian dokter.
Jawaban DR Samsuridjal Djauzi,
Keselamatan pasien (patient safety) harus menjadi kepedulian kita semua. Isu mengenai pentingnya keselamatan pasien belakangan ini telah menjadi perhatian utama di rumah sakit Indonesia. Kementerian Kesehatan memang telah mendorong agar keselamatan pasien dapat dijamin dengn baik. Kemampuan tenaga kesehatan diawasi sehingga semua tindakan medis hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah mempunyai kemampuan cukup dalam melakukan tindakan tersebut.
Petugas kesehatan yang sedang belajar tidak boleh langsung melakukan tindakan kepada pasien. Katakanlah untuk mengambil darah dari pembuluh darah pasien. Dia harus mampu melakukannya dengan baik terlebih dahulu pada model yang biasanya merupakan boneka menyerupai manusia, yang dilengkapi dengan peralatan yang dapat mendeteksi apakah tindakan tersebut benar atau salah. Barulah setelah mahir dia boleh melakukan pada manusia.
Peralatan yang dibutuhkan hendaknya memadai dan masih berfungsi dengan baik. Alat kedokteran harus ditera secara berkala dan juga diperiksa fungsinya secara teratur. Sistem kerja yang baik akan meningkatkan jaminan keselamatan pasien. Acap kali kesalahan kecil dapat berakibat besar, misalnya obat tertukar. Keadaan ini berpotensi menbahayakan keselamatan pasien. Karena itu, komisi bersama untuk keselamatan pasien menetapkan berbagai tujuan untuk menjaga keselamatan pasien. Mulai dari tujuan yang kelihatannya sederhana seperti meningkatkan ketepatan identitas pasien. Pasien banyak yang namanya sama sehingga dapat berisiko tertukar namanya. Ketepatan identitas pasien merupakan salah satu unsur keselamatan pasien. Ini dapat dicapai dengan menanyakan tanggal lahir, alamat, atau pekerjaan. dengan demikian, risiko tertukar dengan pasien lain dapat dihindari.
Komunikasi antarpetugas kesehatan juga perlu ditingkatkan. Sebaiknya komunikasi tak hanya melalui komunikasi lisan, tetapi juga tertulis. Instruksi pemberian obat oleh dokter kepada perawat tak mencukupi hanya instruksi lisan karena ada risiko keliru atau lupa. Karena itu harus ditulis secara lengkap. Khusus untuk obat, ketepatan obat, dosis, cara pemberian, dan waktu pemberian harus dijamin. Keselamatan pasien juga mencakup terhindarnya pasien dari risiko infeksi rumah sakit. Di rumah sakit banyak kuman yang dapat ditularkan kepada pasien melalui tangan petugas kesehatan maupun pengunjung.
Perawat
Menjaga agar pasien tak jatuh juga merupakan salah satu unsur dalam keselamatan pasien. Pasien yang kurang sadar atau gelisah mudah jatuh di tempat tidur. Karena itu diperlukan tempat tidur yang mempunyai penjagaan sehingga pasien tak mudah jatuh. Begitu pula pasien yang tak mampu berjalan sendiri harus ditemani oleh perawat agar jangan sampai jatuh. Keselamatan pasien tak hanya melibatkan petugas kesehatan, tetapi juga pasien dan keluarga. Komunikasi dokter-pasien dalam perencanaan diagnosis dan terapi perlu dilakukan. Jika pasien memahami apa yang akan dilakukan terhadap dirinya, dia juga dapat berperan serta menjaga keselamatan dirinya. Keluarga yang mendapat informasi mengenai keadaan dan rencana tindakan yang akan dilakukan pada pasien dapat membantu memperlancar tindakan diagnosis dan terapi.
Kita harus mengembangkan hubungan dokter-pasien menjadi hubungan persahabatan. Kualitas hubungan yang baik akan menciptakan suasana yang baik untuk penyembuhan pasien. Pasien percaya kepada dokternya dan berani menanyakan hal yang perlu diketahuinya. Sebaliknya, pasien juga memberikan keterangan yang lengkap, yang dapat menjadi pertimbangan dokter dalam menegakkan diagnosis dan merencanakan terapi.
Sebaliknya, dokter juga percaya kepada pasiennya. Dokter percaya pasien akan minum obat sesuai aturan. Jika tidak minum obat, dia tak perlu takut melaporkan kepada dokter sehingga dapat dicarikan jalan keluarnya. Saya pernah mendapat kesempatan melihat-lihat rumah sakit, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Sebenarnya, layanan rumah sakit di Indonesia tak kalah dari rumah sakit di luar negeri.