JAKARTA (Media). Pemberian obat secara kontinu terbukti efektif mencegah risiko kardiovaskuler pada pasien darah tinggi. Dari 19.342 pasien yang diteliti selama tiga setengah tahun, hampir 35% bisa mengurangi risiko kardiovaskuler dengan mengonsumsi semacam atorvastatin kalsium.
Demikian hasil studi Anglo-Scandinavian Cardiac Outcomes Trial (ASCOT) yang dipaparkan beberapa waktu lalu di Jakarta.
Menurut spesialis jantung dan penyakit dalam RS Pusat Pertamina dr Joko Maryono, risiko kardiovaskuler pada penyakit darah tinggi berupa stroke, atau sakit jantung koroner, sampai gagal jantung bisa ditekan dengan mengonsumsi obat penurun tekanan darah dan jika perlu, dikombinasikan penurun kolesterol.
Hal itu dibenarkan spesialis jantung dari Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dr Arieska Ann Soenarta, yang turut menjadi pemateri pada acara tersebut. "Selain mencegah komplikasi, pemberian obat semacam amlodipin juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah terkena risiko kardiovaskuler," kata Ann.
Mengacu pada hasil penelitian yang pernah dilakukan lanjutnya, pemakaian obat antilipid, yaitu obat penurun kolesterol, bukan hanya mencegah penyempitan pembuluh darah (atherosclerosis), tetapi dapat juga memperlebar pembuluh darah yang telah sempit (reversal trial).
Dari penelitian tersebut, katanya lagi, dapat disimpulkan pemberian amlodipin mampu mengurangi risiko kematian pasien akibat penyempitan pembuluh darah. Karena kerja amlodipin mampu mencegah pecahnya plak di pembuluh darah, bahkan berhasil mengikis plak hingga memperlebar lubang pembuluh darah. "Hal ini diperlukan guna mencegah stroke, atau ke jantung yang mengakibatkan penyakit jantung koroner."
Selain itu, percobaan penggabungan kedua jenis obat ternyata tidak memberikan dampak negatif signifikan. "Pemakaian obat seperti ini hanya menimbulkan bengkak di mata dan kaki,:" ujar Ann.
Dengan demikian, katanya tren pengobatan jantung di masa datang ke arah pemakaian pengobatan kombinasi. Bila memungkinkan, ada pilihan kedua jenis obat (atorvastatin calcium dan amlodipine besylate) dalam satu tablet.
Kendati demikian, kepada Media, kedua dokter ini menolak pemaksaan obat pada pasien. Ada beberapa pertimbangan dalam memberi obat kepada pasien, yaitu apakah cocok, terjangkau, dan tentunya bisa mengobati. "Kami hanya merekomendasikan jenis obat dengan penjelasannya, sedangkan pembelian obat tetap hak pasien."
Berbeda dengan Ann, Joko mengingatkan ada terapi alternatif bagi pasien tidak mampu. "Obat jantung sangat mahal. Tapi jika tak mampu, bisa memakai sistem 2A plus atau 4A. Pola tersebut terdiri dari aspirin dan antioksidan (terkandung dalam teh). Keduanya tidak memakai biaya besar dan mudah didapat, jelas Joko.
Tetapi, lanjutnya, jika mampu, bisa ditambah antilipid dan antihipertensi. Dari data yang ada hampir 85% pernderita hipertensi memiliki kadar kolesterol tinggi. Biasanya, mereka baru menyadari datangnya penyakit setelah parah. (*/V-1)