Kasus aneurisma (kelainan pada pembuluh darah) yang dialami artis sinetron Sukma Ayu ternyata menyadarkan banyak pihak betapa pentingnya deteksi dini agar pertolongan maksimal bisa diberikan. Deteksi dini akan memberikan harapan lebih besar untuk kesembuhan dan menghindarkan risiko cacat seumur hidup, bahkan kematian, bagi penderita aneurisma. Susahnya mendeteksi aneurisma sejak dini, selain karena tidak memunculkan gejala spesifik, juga belum tersedianya peralatan untuk mendiagnosis pernyakit yang menyerang pembuluh darah otak, pembuluh darah perut, ataupun pembuluh darah lainnya ini.
Kenyataan ini mendorong RS Abdi Waluyo untuk meluncurkan Jakarta Brain Center (JCB) sebagai pusat diagnostik laboratorik untuk berbagai penyakit gangguan pembuluh darah. Selain mengandalkan tim ahli saraf, seperti Prof. Dr. Yususf Misbach, Dr. Salim Haris, Dr. Med. Jimmy Sugiarto, dan Dr. Hilman, JBC juga ditunjang peralatan canggih Magnetic Resonance Imaging (MRI) 1.5 teslag yang terbaru dan pertama kali di Indonesia.
"MRI adalah alat canggih untuk mendiagnosis gangguan penyakit pembuluh darah dengan menggunakan medan magnet dan gelombang frekuensi radio buat menghasilkan gambar dari susunan tubuh kita dalam berbagai potongan. Selain lebih efektif, alat ini juga aman karena tidak ada penggunaan radiasi sama sekali," Prof . Dr. Yusuf Misbach saat meresmikan JBC RS Abdi Waluyo di Jakarta, pekan lalu.
Selain efektif untuk pemeriksaan saraf otak dan pembuluh darah otak, alat ini juga dapat dimanfaatkan untuk penyakit jantung serta mendeteksi kelainan tulang dan persendian, Secara umum, JBC juga menjadi pusat perawatan dan pelayanan medis untuk berbagai penyakit seperti stroke, trauma otak karena kecelakaan, radang susunan saraf pusat, tumor otak, termasuk epilepsi, parkinson, dan dementia atau kepikunan.
Karena alat ini masih belum banyak tersedia, bagi Anda yang ingin memanfaatkan kecanggihan alat ini harus siap membayar Rp 1,5 juta untuk sekali pemeriksaan standar kelainan pembuluh darah otak dan Rp 2-3 juta untuk mengetahui kelainan di pembuluh darah jantung.
Dalam kesempatan yang sama Dr. Salim Haris, ahli dan konsultan saraf, mengingatkan pentingnya untuk melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan aneurisma pada siapa pun di segala tingkatan usia. Sebab, selain susah disembuhkan, penyakit ini juga tidak pernah memberi gejala apa pun pada penderitanya, kecuali apabila aneurisma telah membesar atau bergeser. "Apabila membesar, gejalanya biasanya berupa denyutan yang kuat pada pembuluh darah. Namun, jika kecil tidak ada gejala apa pun," kata Dr. Salim.
Pecahnya aneurisma inilah yang kemudian menjadi penyakit, yang disebut dengan pendarahan subarachnoid. Apabila kondisi ini menjadi semakin parah dapat mengakibatkan seseorang terserang stroke atau bahkan meninggal dunia.
Pendarahan subarachnoid ini sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu subarachnoid traumatik dan subarachnoid spontan. Pendarahan subarachnoid traumatik bisa disebabkan karena jatuh, tabrakan, atau benturan.
"Pada kasus Sukma Ayu, dia mengalami subarachnoid spontan. Jadi, bukan karena jatuh seperti yang diberitakan selama ini," tambahnya.
Meski begitu, Dr. Salim menegaskan bahwa seperti aneurisma dapat diantisipasi dengan melakukan pemeriksaan awal dan menghindari faktor risiko seperti terjatuh, kecelakaan, atau benturan di bagian tubuh yang vital seperti kepala atau perut. @ken