Otak adalah komputer super dari manusia, seberat sekitar satu setengah kilogram dengan kondisi kenyal-lunak seperti tahu. Mempercabangkan jutaan kabel yang menjulur ke setiap sudut tubuh manusia, sehingga dari otaklah segala pengaruh fisik atau psikis diolah datanya.
Karena fungsi yang maha penting itu dan karena merupakan barang yang mudah rusak (vulnerable), maka otak tersimpan di dalam batok kepala, yang merupakan kumpulan tulang tengkorak yang melindungi otak secara rapat sehingga tidak tersentuh dari luar.
Dengan fungsi dan letak seperti itulah, maka manusia berlomba-lomba mencari upaya supaya bisa mencitrakan otak manusia untuk mempelajari dan mendiagnosa bila terdapat suatu penyakit.
Pada 1970-an ditemukanlah CT Scan (komputer tomografi oleh Hamsfield) yang merupakan revolusi di bidang brain imaging (pencitraan otak), di mana dengan alat itu seorang dokter dengan mudah melihat terdapatnya kelainan dalam otak, misalnya terdapat tumor, pendarhanan, atau kelainan lain.
Dan berkembang pula ilmu bedah otak dengan pesat karena dokter dapat mengetahui lokasi tumor otak dengan tepat dan menentukan strategi operasinya, di mana sebelum era CT Scan, seorang pasien harus dilakukan angiografi untuk melihat pembuluh darah otak dan memperkirakan lokasi tumor dengan akurasi hanya sekitar 50% saja dari lokasi yang sesungguhnya.
Pada 1980 kembali dunia kedokteran dihebohkan dengan dipakainya magnetic resonance imaging (MRI) di mana pencitraan otak dapat dilihat dari segala sudut dengan sangat detil. Bahkan dengan MRI berkekuatan 1,5 tesla dapat dicitrakan kerusakan sel-sel otak pada stadium yang sangat awal. Contohnya pada kerusakan minimal sel otak yang disebabkan oleh karena mampetnya pembuluh darah kapiler di bidang ilmu saraf disebut sebagai infark lakunar.
Meskipun belum terdapat gejala klinis dan masih merasa sehat walafiat, dapat ditemukan infark lakunar pada pencitraan otak canggih ini. Hal ini berarti suatu lampu kuning bagi si pasien untuk segera melakukan koreksi, karena apabila infark lakunar tersebut semakin progresif akan terjadi kerusakan yang semakin hebat dan dapat terjadi stroke.
MRI semakin berkembang luar biasa sehingga dengan alat yang sama dapat dilakukan pencitraan pembuluh darah otak, yang disebut MRA atau magnetic resonance angiogram. Dengan metode ini seluruh pembuluh darah otak dapat terlihat, dan akhirnya pencitraan ini makin disempurnakan dengan ditemukannya MSCT atau multiple slices computer tomografi.
Dengan MSCT ini pembuluh darah otak akan terlihat dengan nyata secara tiga dimensi, sehingga beberapa penyakit seperti aneurisma otak, anteriovenous malformasi atau bahkan penyempitan pembuluh darah otak dapat terdiagnosis sebelum hal tersebut mencelakakan otak manusia.
Tindakan koreksi
Maka berbagai tindakan koreksi dapat dilakukan misalnya dengan melakukan operasi mikro atau embolisasi atau penyumbatan kelainan pembuluh darah otak. Bila terjadi stenosis berat dapat dilakukan operasi by pass pembuluh darah otak sebelum terjadinya stroke.
Di Jepang, operasi aneurisma otak semakin banyak dilakukan pada penderita sebelum aneurisma tersebut pecah, karena pemeriksaan rutin pembuluh darah otak dapat dilakukan dengan sangat mudah. Dengan demikian angka kematian atau kecacatan yang ditimbulkan oleh pecahnya aneurisma otak dapat semakin diminimalkan.
Demikian pula ditemukannya tumor otak dengan ukuran kecil akan semakin mempermudah tindakan operasi dengan risiko yang jauh lebih kecil ketimbang apabila tumor tersebut telah menjadi besar dan melekat erat pada otak normal.
Sampai detik ini, karena sel otak yang mati tidak pernah bisa dihidupkan kembali ataupun melakukan regenerasi sebagaimana halnya sel tubuh yang lain, maka mengetahui kondisi otak sebelum sakit atau mati adalah suatu hal yang amat penting.
Mencegah adalah lebih baik daripada mengobati penyakit. Meskipun seluruh dunia berlomba-lomba melakukan riset demi penyembuhan otak manusia, tetap saja kecacatan oleh karena kematian sel otak merupakan hal yang mustahil dilakukan perbaikan secara sempurna.
Metode diagnostik ini adalah merupakan sistem yang noninvasif, dalam arti selama proses pencitraan tidak perlu dilakukan manipulasi pada tubuh manusia kecuali diperlukan melakukan infuse dengan media kontras untuk memperjelas pencitraan tersebut.
Metode pencitraan ini dapat dipakai untuk skrining kesehatan sehingga tidak perlu menunggu timbulnya gejala klinis. Dengan pencitraan ini otak akan terlihat nyata bentuk serta kelainannya.
Kemajuan teknologi ini mau tidak mau akan diikuti oleh seluruh negara di dunia, karena pada menit yang sama akan dapat dilakukan diskusi dengan para ahli di seluruh manca negara dunia tentang pencitraan otak pada pasien di suatu rumah sakit, sehingga diharapkan penyakit si pasien dapat disimpulkan secara jelas dan dapat dilakukan tindakan secara tepat.
Negara yang ketinggalan teknologi diagnostiknya akan mendorong pasien pergi ke luar negeri untuk mendapat fasilitas yang lebih baik.
Demikian pula Indonesia, baik pihak pemerintah atau swasta berlomba melengkapi dirinya dengan teknik tercanggih sehingga pencitraan otak dan koreksi kelanjutannya dapat dilakukan di negeri sendiri.
Eka J. Wahjoepramono
Dokter Spesialis Bedah Syarat di Neuro Science Center Siloam Gleneagles Hospital Lippo Karawaci